English

Tiandi BaijuCh42 - Apa yang sudah aku lakukan padamu?

8 Comments

Penerjemah: Jeff


MASA LALU XR3Ync


Du Jing mengiriminya beberapa pesan yang menyuruhnya untuk menunggu di luar gerbang sekolah, dia akan menjemputnya, dan mereka bertiga akan makan siang bersama. Zhou Luoyang tidak membalas. Sejujurnya, dia sudah menyadarinya saat itu.

Masalahnya jelas merupakan masalah kecil, tetapi Zhou Luoyang sama sekali tidak bisa membiarkannya begitu saja.

Please support our translators at langitbieru (dot) com

Pukul 2 siang, Du Jing kembali ke kamar mereka.

Zhou Luoyang tergeletak di tempat tidurnya. Dia menatap Du Jing dan baru saja akan berbicara, tetapi Du Jing memotong lebih dulu. “Apa yang membuatmu kesal padaku akhir-akhir ini?” G3KgoP

“Bagaimana pemeriksaannya?”

“Bangun!” Alis Du Jing menyatu. “Katakan padaku, apa yang sudah aku lakukan padamu?”

Lidah Zhou Luoyang terikat. Dia cemburu, itu benar, dan itu karena orang ketiga telah dimasukkan ke dalam hubungan dua orang yang bertahan di dalam asrama mereka. Dalam beberapa hari terakhir, dia sedikit berbeda di sekitar Du Jing. Meskipun dia mengeluh secara lahiriah tentang Sun Xiangchen yang tidak memberinya hadiah, target sebenarnya dari kemarahannya adalah Du Jing.

“Apa yang sedang kamu lakukan?!” Zhou Luoyang akhirnya meletus juga. “Apa yang sudah aku lakukan padamu?” rJknv8

“Aku menunggumu di gerbang selama satu jam!” teriak Du Jing. “Kenapa kamu mengabaikan pesanku?”

“Kamu hanya mengirimiku tiga pesan! Kalau aku tidak menjawab, itu berarti aku tidak ingin pergi, tidakkah kamu mengerti?!”

Zhou Luoyang benar-benar ingin memberinya pukulan verbal. Dia ingin meneriakkan hal-hal seperti, kamu mengajak Sun Xiangchen untuk pergi ke dokter bersamamu, tetapi bukan aku, bahkan setelah sekian lama? Apa yang kamu katakan padanya? Tidakkah kalian berdua sudah begitu akrab sekarang? Abaikan saja aku kalau begitu. Tapi itu semua terdengar sangat seperti sesuatu yang akan dikatakan oleh kekasih yang cemburu.

Jadi pada akhirnya dia memilih untuk tidak mengatakannya. gbwcEJ

Du Jing duduk dengan marah. Dengan geraman frustrasi, dia menyapu semua buku di mejanya ke samping. Sambil menopang tubuhnya dengan siku, dia membungkuk di atas mejanya, terengah-engah. Tiba-tiba, dia mengambil stapler dan mulai menempatkannya di atas tangannya sendiri.

“Du Jing!” Zhou Luoyang berteriak.

Zhou Luoyang tahu bahwa Du Jing benar-benar merasa tidak enak badan. Ini adalah pertama kalinya sejak mereka bertemu, Zhou Luoyang melihatnya dengan kejam melukai dirinya sendiri. Dia segera memeluknya dari belakang dan menariknya, bersama dengan kursinya, menjauh dari meja.

“Maafkan aku!” Zhou Luoyang berteriak. “Maafkan aku! Du Jing!” XHvjdN

Zhou Luoyang tahu bahwa dia pasti telah memicunya secara tidak sengaja. Atau, mungkin, dia tahu bahwa dia membuat Du Jing kesal, namun mau tidak mau dia ingin membuatnya kesal.

“Aku salah,” katanya. “Jangan lakukan itu! aku… aku…”

Stapler itu tergeletak di lantai. Du Jing sangat kesakitan dan terengah-engah.

“Bukan itu yang sebenarnya aku rasakan.” Akhirnya, Zhou Luoyang mengatakan yang sebenarnya. “Bukan itu yang aku rasakan, Du Jing. Aku hanya mengatakan itu… untuk membuatmu marah dengan sengaja.” CylfJW

Zhou Luoyang benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya, Du Jing mulai tenang, dia melihat ke luar jendela, melamun.

“Aku kesal,” Zhou Luoyang mengakui. “Aku…”

Read more BL at langitbieru (dot) com

Akhirnya, dia berkata, “Aku cemburu. Kamu dan Sun Xiangchen sudah terlalu dekat.”

“Ya,” Du Jing setuju, nada bicaranya monoton. upqdFL

Zhou Luoyang menyingkirkan stapler dan memeriksa tangan Du Jing. Beruntung, tangannya tidak berdarah. Dia menggunakan ujung yang tumpul untuk memukul punggung tangannya beberapa kali. Tapi ketika melakukannya, dia menggunakan banyak tenaga dan mengakibatkan timbul memar yang besar disana.

Melalui tindakan pelepasan ini, Du Jing seolah-olah telah melepaskan, sekaligus, semua emosi yang telah terkumpul selama beberapa hari terakhir.

“Aku merasa lebih baik sekarang setelah kamu mengatakan itu,” Du Jing terengah-engah saat dia perlahan pulih. “Aku juga merasakannya. Itu sebabnya aku menolaknya.”

“Apa?” Zhou Luoyang bertanya, tersesat. “Apa yang kamu rasakan?” T2MXIa

“Saat aku mengantarnya pulang, dia menceritakan semuanya kepadaku.”

Zhou Luoyang masih tidak mengerti. “Apa yang dia katakan?”


We’re sorry for MTLers or people who like using reading mode, but our translations keep getting stolen by aggregators so we’re going to bring back the copy protection. If you need to MTL please retype the gibberish parts.

Pagi itu, saat Du Jing meninggalkan rumah sakit, dia bertemu dengan Sun Xiangchen yang menunggu di pintu masuk rumah sakit. Sun Xiangchen tersenyum padanya. “Jing-ge!”

Ge Alcu afgxfpea. “Cqj sjcu xjwe ijxexjc vl rlcl?” U1yjNr

Vec Wljcumtfc wfcecpexxjc xbajx qli vl ajcujccsj. “Cxe rfvjcu wfwyfil byja ecaex rfbgjcu afwjc. Csb xlaj qeijcu yfgrjwj.”

Ge Alcu afgvljw vjijw qfgpjijcjc xfwyjil xf wbyli. Vec Wljcumtfc vevex vl xegrl qfcewqjcu vjc yfgajcsj, “Bjwe yjlx-yjlx rjpj, ‘xjc?”

Ge Alcu ajte yjtkj vlj qjral yfgajcsj-ajcsj afcajcucsj vjc wfcpjkjy vfcujc vlculc, “Tj.”

“Apa kita akan kembali ke kampus? Di mana Luoyang shixiong?” F5tKdo

Du Jing mundur dari tempat parkir. “Aku harus menyelesaikan sesuatu dulu.”

“Aku akan pergi denganmu,” kata Sun Xiangchen. “Apa kita bisa makan siang bersama?”

Du Jing tidak menjawabnya. Saat itu, Zhou Luoyang mengirim pesan, dan Du Jing menjawab. Ketika Sun Xiangchen melihat foto profil Zhou Luoyang, dia pergi ke depan dan mengirim pesan kepadanya juga.

Mobil Du Jing diparkir di depan toko ponsel. Itu adalah toko yang sama yang dikunjunginya bersama Zhou Luoyang saat pertama kali mereka pergi untuk membeli ponsel. Dia membeli apa yang dia butuhkan dan kembali ke mobil, mengirim pesan kepada Zhou Luoyang untuk memintanya menunggu di gerbang. Guvz0j

Zhou Luoyang tidak menjawab. Du Jing mulai mengemudi kembali ke kampus.

“Kenapa kamu membeli yang lain?” Sun Xiangchen bertanya.

Please visit langitbieru (dot) com

“Ini untuk Luoyang.”

Sun Xiangchen tersenyum. “Apa dia tidak senang karena aku memberimu satu dan bukan dia?” qfPjI

Du Jing menggeser persneling. Dengan singkat dia menjawab, “Ya.”

Sun Xiangchen meletakkan tangannya di atas tongkat persneling Du Jing, memberinya tepukan. Dengan bercanda dia berkata, “Lain kali aku pasti akan—”

“Itu tidak perlu,” sela Du Jing, menyentakkan tangannya ke belakang. “Jangan belikan aku sesuatu lagi. Aku tidak menyukaimu.”

Sun Xiangchen berhenti. xaT7zR

“Oh,” katanya. “Maaf, aku pikir kamu … aku tidak tahu kalau kalian berdua … maaf karena aku lancang.”

Du Jing melanjutkan dengan kasar, “Aku bukan gay. Aku tidak suka laki-laki. Kamu sebaiknya mencari orang lain. Tapi Zhou Luoyang adalah istriku, dan kamu akan membuat kami bertengkar.”

Sun Xiangchen tidak tahu apa yang dikatakan Du Jing. Pertama Du Jing berkata, “Aku bukan gay,” dan kemudian dia berkata, “Zhou Luoyang adalah istriku.” Jadi pada akhirnya, apa dia menyukai pria atau tidak?

“Begitulah.” Du Jing berhenti di gerbang. “Terima kasih atas hadiah yang kamu belikan untukku. Kamu tidak memiliki terlalu banyak uang. Aku akan mengganti uangmu. Aku tahu kamu membelikan ponsel untukku; itu bukan dari undian.” Ysd8uh

Sun Xiangchen terdiam beberapa saat. Akhirnya, dia mengangguk. “Jing-ge, semoga kamu bahagia.”

“Ambil uangnya,” kata Du Jing.

“Tidak apa-apa, aku benar-benar … Sudahlah. Tidak perlu mengatakan semua hal ini.” Dia tersenyum. “Jing-ge, kamu harus…”

“Ambil uangnya!” Du Jing tiba-tiba berteriak. YD1dGl

Bagian dalam mobil cukup kecil, jadi teriakan Du Jing membuat Sun Xiangchen ketakutan. Dia mengeluarkan ponselnya dan menerima uang pemberian Du Jing.

Baru saat itulah Du Jing membuka kunci pintu. Dia melihat ke depan, menunggu sosok akrab Zhou Luoyang muncul, dan tidak berbicara dengan Sun Xiangchen.


Begitu Zhou Luoyang mendengar ini, bibirnya berkedut. Tentu saja Sun Xiangchen tidak mengerti; bahkan Zhou Luoyang hampir tidak bisa mengerti apa yang dikatakan Du Jing.

“Kamu bilang padanya kalau kamu bukan gay tapi kemudian kamu bilang kalau aku istrimu?” Zhou Luoyang tidak tahu apakah harus tertawa atau menangis. “Aku akan khawatir kalau dia tidak salah paham!” gdwV8M

“Masa bodoh.” Suara Du Jing terdengar lebih pelan sekarang. Dia berbalik untuk melihat Zhou Luoyang, rasa bersalah terpancar di matanya.

Tapi Zhou Luoyang masih bisa sedikit banyak mengerti apa arti kata-kata Du Jing.

Story translated by Langit Bieru.

“Aku bukan gay. Aku tidak suka laki-laki” dimaksudkan sebagai penolakan untuk Sun Xiangchen, sementara “Zhou Luoyang adalah istriku” tidak benar-benar berarti bahwa mereka sedang berkencan.

Sebaliknya, maksud Du Jing mungkin, “Zhou Luoyang dan aku benar-benar teman baik.” Tapi istilah “teman” sebenarnya tidak cukup kuat untuk menggambarkan hubungan mereka, dan itu tidak mungkin mencakup sejauh mana perasaan mereka. SiV9Io

Jadi Du Jing memilih untuk merepresentasikan hubungan mereka dengan cara yang berbeda—seperti bagaimana anak-anak sekolah menengah kadang-kadang bermain-main dan pria lurus menyebut satu sama lain “istri” sebagai lelucon—agar Sun Xiangchen tahu bahwa mereka bukan hanya teman biasa. Hubungan mereka lebih dari sekedar persahabatan sekarang.

Namun, apa maksud dari semua itu, Du Jing sendiri tidak tahu, dan Zhou Luoyang juga tidak pernah mencoba untuk mendefinisikannya.

Mendengar Du Jing menceritakan semuanya, Zhou Luoyang ingin tertawa. Tetapi pada saat yang sama, dia sangat tersentuh.

“Aku membelikan ini untukmu.” Du Jing memberikan kepadanya ponsel yang belum dibuka. “Apa kamu sudah mengembalikan ponselnya?” S9MPtL

“Aku juga membelikan satu untukmu.” Zhou Luoyang juga mengeluarkan sebuah ponsel.

Mereka berdiri di bawah sinar matahari, terdiam. Setelah beberapa saat, Zhou Luoyang berkata, “Aku tidak sadar kalau dia … menyukaimu seperti itu. Uh, Xiangchen, dia … aku tidak pernah berpikir kalau dia orang seperti itu.”

“Jangan bicara tentang dia lagi,” jawab Du Jing. “Itu sudah jadi masa lalu.”

Zhou Luoyang bergumam setuju dan mengambil dokumen medis Du Jing. Hal-hal tidak terlihat terlalu bagus, tetapi masih bisa diatur. Dia hanya perlu tetap waspada, karena untuk sementara, mungkin saja Du Jing akan menyerah pada episode depresi. i1er3L

Zhou Luoyang sama sekali tidak merasakan jika Sun Xiangchen adalah gay. Dia dan Du Jing pernah mendengarkan presentasi LGBT sebelumnya, dan pernah ada suatu kali, orang-orang dengan AIDS berdiri di alun-alun IN77 Hangzhou untuk meminta pelukan, dan Du Jing serta Zhou Luoyang memberi mereka pelukan. Zhou Luoyang tidak pernah menentang mereka. Selain itu, dia dan Du Jing sangat dekat. Dia selalu bersimpati pada orang-orang yang kesepian, dan saat dia memeluk orang-orang itu, dia merasa seolah-olah dia sedang memeluk Du Jing yang lain.

Tetapi bahkan tidak pernah sama sekali dia membahas mengenai topik mengenai top atau bottom, Sun Xiangchen hanyalah pria lurus yang riang. Zhou Luoyang sama sekali tidak tahu bahwa dia sebenarnya tidak lurus; sebaliknya, Du Jing adalah orang pertama yang mengetahuinya.

Karena Du Jing sudah menolaknya, Zhou Luoyang tidak mengungkitnya lagi.

Namun kabarnya, ketika Sun Xiangchen kembali ke kamar asramanya malam itu, dia benar-benar muak dan memberi tahu teman sekamarnya apa yang telah terjadi. Salah satu teman sekamarnya kemudian menceritakan segalanya ke kamar sebelah. Satu hal mengarah ke hal lain, dan seluruh kelas Sun Xiangchen—dan bahkan banyak orang di seluruh departemen—mengetahuinya. Saat berita menyebar, semua orang mulai berpikir bahwa Du Jing dan Zhou Luoyang adalah pasangan dan bahwa Sun Xiangchen telah gagal menjadi perusak rumah tangga. iUb5dr

Itulah yang menyebabkan percakapan antara Zhou Luoyang dan Du Jing.


“Ayo pergi berlatih memanah?”

Ketika Du Jing tampak gelisah, saran itu langsung keluar dari mulut Zhou Luoyang. Dia tidak membiarkan Du Jing mendidih dalam kesendirian. Mania dan depresi itu berbeda—dia tidak bisa meninggalkan Du Jing sendirian. Dia harus membantunya menemukan cara untuk melepaskan energinya yang terpendam sesegera mungkin.

Zhou Luoyang telah melakukan banyak penelitian. Dia tahu bahwa ketika dalam episode mania, pikiran Du Jing dalam keadaan turbulensi yang mengamuk. Dia bisa melukai dirinya sendiri atau merusak barang-barang kapan saja. Saat ini, itu seperti membangun bendungan untuk mencegah tsunami, tetapi begitu bendungan runtuh, konsekuensinya tidak terbayangkan. Zb27xn

“Atau kita bisa pergi latihan tinju?” Zhou Luoyang berusaha keras untuk tetap tenang. “Bagaimana menurutmu latihan dengan kantong berat?”

Du Jing tidak mengatakan apa-apa. Dia menatap Zhou Luoyang, dan Zhou Luoyang dengan sabar berkata, “Kamu akan menjadi lebih baik. Ini hanya sesaat. Tetaplah bertahan. Kita juga bisa pergi berlari?”

Please support our translators at langitbieru (dot) com

Du Jing duduk di kursi putar. Zhou Luoyang mengambil sepatu basketnya, berlutut, dan mengenakannya untuknya. Dia menatapnya. Lalu dia mengenakan jaket ke tubuh Du Jing. “Ayo pergi.”

Du Jing akhirnya berbicara. “Aku tidak peduli apa yang orang lain katakan, tapi kenapa kamu mengatakan hal seperti itu?! Selama mereka tidak mengatakan apa pun di depanku, aku bisa berpura-pura tidak pernah terjadi apa-apa!” Kv5JDI

Mereka berjalan menuruni tangga. Zhou Luoyang tidak memberikan penjelasan dan hanya berkata, “Maaf, aku tidak berpikir sebelum aku berbicara—”

“Jangan berjalan di depanku!” Du Jing dengan kasar menekan bahu Zhou Luoyang, mengarahkannya ke belakang.

Zhou Luoyang tidak punya pilihan selain mengikuti di belakangnya. “Du Jing …”

Du Jing berbalik, matanya berkobar karena marah. “Kalau kamu tersinggung dengan apa yang orang lain katakan, kamu bisa enyah sekarang! Keluar dari sini! Pindah asrama saja!” BdOIHd

Zhou Luoyang tidak marah. “Aku tidak akan pergi. Aku tahu kamu tidak benar-benar bermaksud seperti itu.”

Du Jing dan Zhou Luoyang berdiri dengan tenang. Kemudian Du Jing berbalik dan berlari.

“Tunggu aku!” Zhou Luoyang mengejarnya.

Du Jing berlari sangat cepat, dan begitu mereka keluar dari kampus, dia langsung berlari melewati Arboretum Hangzhou. Zhou Luoyang berlari mengejarnya, berteriak, “Aku tidak bisa mengejarmu! Pelan-pelan!” KWJkhq

Dalam sekejap mata, Zhou Luoyang kehilangan Du Jing dari pandangan. Dia tidak tahu ke mana dia pergi.

“Du Jing! Du Jing! Dimana kamu?”

Zhou Luoyang berhenti di tengah arboretum, terengah-engah. Du Jing berlari seperti embusan angin. Tidak ada jejak dirinya. Ada jalan bercabang yang menuju ke berbagai arah di depan, dan Zhou Luoyang hanya berdiri di sana dengan bodoh.

“Apa warnanya?” seorang bibi yang memegang tali golden retriever bertanya padanya. “Apa dia gembala Jerman yang bertarung dengan Qiuqiu-ku?” ftrCUO

“Dia bukan anjing,” Zhou Luoyang memberitahunya, terjebak di antara tawa dan air mata. “Dia manusia! Dia tinggi, dia mengenakan pakaian atletik merah. Apa Anda tahu ke arah mana dia pergi?”

Bibi itu menunjuk, dan Zhou Luoyang menuju ke arah yang ditunjuknya.

Sepuluh kilometer kemudian, Zhou Luoyang tidak bisa mengambil langkah lagi. Dia benar-benar merasa seperti sedang berjalan-jalan dengan anjing besar yang tidak patuh dan bersemangat.

“Aku tidak bisa lagi… aku tidak bisa lari lagi.” Zhou Luoyang adalah salah satu yang paling bugar secara fisik di kelas mereka, tetapi untuk menempuh sepuluh kilometer berturut-turut dengan kecepatan itu, itu jelas tidak mungkin. Ditambah lagi, dia belum makan siang. qT17oR

Dia benar-benar kelelahan. Dia duduk di sepetak bunga di tepi jalan dan bergumam pada dirinya sendiri, “Dia benar-benar bisa berlari. Bagaimana dia bisa punya begitu banyak kekuatan?”

Zhou Luoyang menggali jari-jarinya ke dalam lumpur. Dia mengambil cacing tanah yang sekarat dari semen dan memasukkannya kembali ke dalam tanah.

Please visit langitbieru (dot) com

Dia melihat ke langit. Awan tebal dan gelap membentang sejauh mata memandang. Hujan akan segera turun. Udara bergejolak, membuat dadanya terasa sesak. Suasananya begitu gelap dan lembab di arboretum. Ikan koi di dalam kolam berkumpul di permukaan air dan tidak mengeluarkan suara apa pun, menghasilkan suara percikan yang terus menerus.

“Ayo kembali,” kata Du Jing dari belakangnya. Tubuhnya basah kuyup oleh keringat. “Sebentar lagi hujan.” fyrcpb

Zhou Luoyang berbalik menghadapnya. “Sudah lebih baik?”

Du Jing mengangguk kaku. Zhou Luoyang merapikan dirinya dan berkata, “Lari, ayo pergi, teruskan! Ke tepi Danau Barat!”

“Apa kamu bisa bertahan?” tanya Du Jing.

“Juli yang berangin, Agustus dilanda hujan, aku yang tua mencintai kamu yang jauh …” Zhou Luoyang bernyanyi, berdiri. “Kamu belum datang, jadi bagaimana aku bisa menua? Di masa depan, aku akan tinggal bersamamu sampai akhir…” c8wGXz

Du Jing terdiam.

“Ayolah!” Zhou Luoyang berteriak. Kali ini, dia berlari di depan Du Jing.

Du Jing memasang earbud-nya dan mulai mengejarnya. Sekarang mereka berlari berdampingan. Saat mereka menyusuri Jalan Beishan, Du Jing melambat, dia dan Zhou Luoyang mulai berlari mengelilingi danau.

“Hujan!” Du Jing berkata kepada Zhou Luoyang, melambat lagi. YO fqV

Hujan mengguyur. Tidak dapat melepaskan diri dari cengkeraman badai, tubuh mereka basah kuyup dalam waktu singkat. Permukaan Danau Barat melengkung menjadi gelombang, tersapu oleh angin kencang. Para turis berhamburan mencari tempat berteduh dari hujan. Du Jing perlahan maju beberapa langkah, lalu berbalik dan menatap Zhou Luoyang.

Mata mereka bertemu, dan Zhou Luoyang tahu bahwa Du Jing sudah kembali tenang dari kegilaannya. Perasaan jengkel Du Jing telah hilang dengan perubahan cuaca dan datangnya hujan badai ini.

Zhou Luoyang meraih tangan Du Jing dan tanpa mengatakan apapun terus berlari di sepanjang tepi Danau Barat.

Kali ini, Du Jing tidak bersikeras, dan dia mengikuti di belakang Zhou Luoyang. Keduanya benar-benar basah kuyup. Pada saat Zhou Luoyang akhirnya tidak bisa berlari lagi, mereka sudah tiba di Kuil Jingci. SnI7TK

Zhou Luoyang ambruk ke kursi di kedai kopi dan mencoba mengatur napas. Du Jing memesan teh panas dan meminta seorang pekerja untuk menaikkan suhunya sedikit. Toko itu penuh sesak dengan turis yang berlindung dari hujan, dan akibatnya, tempat itu berisik seperti pasar makanan.

Tidak ada kursi yang tersisa untuk Du Jing ketika dia kembali, jadi Zhou Luoyang bergeser ke satu sisi, dan mereka berdua duduk di satu kursi sempit.

“Jangan lepas pakaianmu. Atau kamu akan masuk angin,” Du Jing memperingatkan.

Tubuh Zhou Luoyang basah dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia membuat Du Jing sedikit mencondongkan tubuh ke depan untuk menghalangi tubuhnya dari pandangan sebelum melepas kausnya dan mengenakan kembali jaket larinya. 9cye3h

“Tidak apa-apa,” Zhou Luoyang meyakinkan. “Aku sangat sehat.”

Du Jing merangkul Zhou Luoyang dan memberinya teh panas dari cangkir di tangannya.

Please visit langitbieru (dot) com

“Kemeja yang kukenakan adalah milikmu,” kata Du Jing padanya.

“Oh, mau tukaran?” KkB ye

Mereka masing-masing membeli salah satu kemeja itu bersama-sama. Kemeja itu sangat identik kecuali ukurannya.

Du Jing merogoh saku baju yang dikenakannya dan tanpa sengaja merasakan sesuatu—sebuah karet gelang.

“Apa ini?” dia bertanya, terkejut. “Gadis mana yang memberikan ini padamu?”

Mereka berdua memiliki rambut pendek dan tidak pernah perlu menggunakan karet gelang. W8g6Ax

“Aku mengambilnya terakhir kali aku memanah di klub panahan. Aku ingin memberikannya kepadamu untuk digunakan.”

Alis Du Jing berkerut bingung.


Jeff: DJ dan ZLY beruntung sekali memiliki satu sama lain. Btw karet gelang itu ada di baju ZLY ya, mereka ceritanya udah tukaran baju.

qSXHLD

Translator's Note

Untuk lebih jelasnya, yang mereka maksud adalah percakapan yang mereka lakukan di awal bab 41. Dialog setelah jeda halaman diambil dari percakapan terakhir di bab terakhir.

Translator's Note

Taman botani yang berisi koleksi hidup tanaman kayu dan setidaknya sebagian dimaksudkan untuk studi ilmiah.

Translator's Note

Dia menyanyikan lagu 遥远的你

Leave a Comment

For an easier time commenting, login/register to our site!

8 comments

  1. “Aku bukan gay aku tidak suka laki-laki Tapi Zhou Luoyang adalah istriku” 😂😂
    Terngiang-ngiang terus pokoknya

  2. Makasih Jeff, ceritanya tertransfer dengan mulus….
    Dan kembali ke baca ini kisah stlh bbrp waktu, menikmati interaksi Du Jing & Luoyang yang saling mengisi.
    Ditunggu lanjutannya dengan basar yaaa…. ^-^

  3. Salut bgt sama Louyang yg masih selalu bisa waras ngadepin sikap DuJing.. tpi kli ini emng karena dia juga sih ya jadi kambuh penyakitnya..
    Apa karet itu yg dipake Dujing diawal cerita pas ketemu lagi sama Louyang?